Kadar garam yang tinggi pada tanah
menyebabkan tergganggunya pertumbuhan, produktivitas tanaman dan
fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama pada
jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan proses
pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan
pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomass tanaman.
Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon
dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman
yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO
(2005) dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman
umumnya melalui: (a) kera-cunan yang disebabkan penyerapan unsur
penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c)
penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman.
Pengaruh salinitas tanah tergantung pada
tingkatan pertumbuhan tanaman, biasanya pada tingkatan bibit sangat peka
terhadap salinitas. Waskom (2003) menjelaskan bahwa salinitas tanah
dapat menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan yang tidak teratur
pada tanaman pertanian seperti kacang-kacangan dan bawang. Viegas et a l,. (2003) dalam Da Silva et al, (2008) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas pada semai Leucaena leucocephala
mengalami penurunan sebesar 60% dengan adanya penambahan salinitas pada
media sekitar 100 mM NaCl. Adanya kadar garam yang tinggi pada tanah
juga menyebabkan penurunan jumlah daun, pertumbuhan tinggi tanaman dan
rasio pertumbuhan panjang sel. Demikian pula dengan proses fotosintesis
akan terganggu karena terjadi akumulasi garam pada jaringan mesophil dan
meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel (interseluler) yang dapat mengurangi pembukaan stomata (Robinson, 1999 dalam Da Silva et al,
2008). Pada tanaman semusim antara lain meningkatnya tanaman mati dan
produksi hasil panen rendah serta banyaknya polong kacang tanah dan
gabah yang hampa (Anonim, 2007).

Gambar 2. Pengaruh salinitas tanah terhadap pertumbuhan tanaman sorghum

Gambar 3. Pengaruh salinitas pada tanaman padi
Proses pengangkutan unsur-unsur hara
tanaman dari dalam tanah akan terganggu dengan naiknya salinitas tanah.
Manurut Salisbury and Ross (1995) bahwa masalah potensial lainnya bagi
tanaman pada daerah tersebut adalah dalam memperoleh K+ yang cukup. Masalah ini terjadi karena ion natrium bersaing dalam pengambilan ion K+. Tingginya penyerapan Na+ akan menghambat penyerapan K+. Menurut Grattan and Grieve (1999) dalam Yildirim et al (2006), salinitas yang tinggi akan mengurangi ketersedian K+ dan Ca++ dalam larutan tanah dan menghambat proses transportasi dan mobilitas kedua unsur hara tersebut ke daerah pertumbuhan tanaman (growth region)
sehingga akan mengurangi kualitas pertumbuhan baik organ vegetatif
maupun reproduktif. Salinitas tanah yang tinggi ditunjukkan dengan
kandungan ion Na+ dan Cl– tinggi akan meracuni
tanaman dan meningkatkan pH tanah yang mengakibatkan berkurangnya
ketersediaan unsur-unsur hara mikro (FAO, 2005). Demikian pula dengan
hasil penelitian Yousfi et al (2007) bahwa salinitas
menyebabkan penurunan secara drastis terhadap konsentrasi ion Fe di daun
maupun akar pada tanaman gandum (barley). Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya penyerapan Fe pada kondisi salinitas tinggi.
Untuk mempertahankan kehidupannya,
jenis-jenis tanaman tertentu memiliki mekanisme toleransi tanaman
sebagai respon terhadap salinitas tanah. Jenis-jenis tanaman memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas. Beberapa tanaman
budidaya misalnya tomat, bit gula, beras belanda lebih toleran terhadap
garam dibandingkan tanaman lainnya (Salisbury and Ross, 1995). Secara
garis besar respon tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua
bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi
(Sipayung, 2003).
-
Mekanisme morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi
yang dapat diturunkan dan bersifat unik dapat ditemukan pada jenis
halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alam pada kawasan huta
pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang
memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam
tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses bikimia untuk
pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur meliputi
ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas
daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada
permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Haryadi dan
Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003).
Ukuran daun yang lebih kecil sangat
penting untuk mempertahankan turgor, sedangkan lignifikasi akar
diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk untuk
memelihara turgor yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan fungsi
metabolisme yang normal. Dengan adaptasi struktural ini kondisi air akan
berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi.
Namun pertumbuhan akar pada lingkungan salin umumnya kurang terpengaruh
dibandingkan dengan pertumbuhan daun (pucuk) atau buah. Hal ini diduga
karena akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan
menyerap air. Pertumbuhan tanman yang cepat juga merupakan mekanisme
untuk mengencerkan garam. Dalam hal ini bila garam dikeluarkan oleh
akar, maka bahan organik yang tidak mempunyai efek racun akan tertimbun
dalam jaringan, dan ini berguna untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik dengan larutan tanah (Salisbury dan Ross, 1995).
-
Mekanisme Fisiologi
Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk sebagai berikut :
-
Osmoregulasi (pengaturan potensial osmose)
Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmose tanpa kehilangan turgor. Untuk memperoleh air dari tanah sekitarnya potensial air dalam cairan xilem harus sangat diturunkan oleh tegangan. Pada beberapa halofita mampu menjaga potensial osmotik terus menjadi lebih negatif selama musim pertumbuhan sejalan dengan penyerapan garam. Pada halofita lainnya memiliki kemampuan mengatur penimbunan garam (Na+ dan Cl–) pada kondisi cekaman salinitas, misalnya tanaman bakau yang mampu mengeluarkan 100% garam (Ball, 1988 dalam Salisbury and Ross, 1995).Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintesis dan akumulasi solute organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang setara dengan aktifitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam amino dan senyawa gula disintesis sebagai respon langsung terhahadp menurunnya potensial air eksternal yang redah. Senyawa organik yang berperan mengatur osmotik pada tanaman glikopita tingkat tinggi adalah asam-asam organik dan senyawa-senyawa gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang berlebihan. Dalam tanaman halofita, oksalat adalah asam organik yang menyeimbangkan osmotik akibat kelebihan kation. Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi pada penyesuaian osmotik dan merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003) -
Kompartementasi dan sekresi garam
Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam organel-organel atau dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada permukaan daun akan membantu mempertahankan konsentrasi garam yang konstan dalam jaringan tanaman (Salisbury and Ross, 1995). Ada pula tanaman halofita yang mampu mengeluarkan garam dari kelenjar garam pada permukaan daun dan menyerap air secara higroskopis dari atmosfir (Mooney at al, 1980 dalam Salisbury and Ross, 1995).Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengambangkan struktur yang disebut glandula garam (salt glands) dari daun dan batang. Pada jenis-jenis mangrove biasanya tanaman menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki kelenjar garam di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl–. Beberapa contoh mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia. -
Integritas membran
Sistem membran semi permeabel yang membungkus sel, organel dan kompartemen-kompartemen adalah struktur yang paling penting untuk mengatur kadar ion dalam sel. Lapisan terluar membran sel ataau plasmolemma memisahkan sitoplasma dan komponen metaboliknya dari larutan tanah salin yang secara kimiawi tidak cocok. Membran semi permeabel ini berfungsi menghalangi difusi bebas garam ke dalam sel tanaman, dan memberi kesempatan untuk berlangsungnya penyerapan aktif atas unsur-unsur hara essensial. Membran lainnya mengatur transpor ion dan solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau organel-organel sel lainnya termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolemma yang berhadapan langsung dengan tanah merupakan membran yang pertama kali menderita akibat pengaruh salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif membran ini menjadi unsur penting lainnya dalam toleransi terhadap garam (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003).
Anonim. 2007. Pertanian di Aceh Pasca Tsunami. http://www.dpi.nsw.gov.au/data/assets /pdf diakses tanggal 17 Mei 2008.
Da Silva, E.C., R.J.M.C.
Nogueira, F.P. de Araujo, N.F. de Melo and A.D. de Ajevedo Neto. 2008.
Physiological Respon to Salt Stress in Young Umbu Plants. Journal
Environmental and Experimental Botany. Elsevier. http:.//www.sciencedirect .com diakses tanggal 6 Mei 2008.
Food and Agricultural
Organization (FAO) of United Nations. 2005. Panduang Lapang FAO. 20 hal
untuk diketahui tentang dampak air laut pada lahan pertanian di Propinsi
NAD
http://www.liv.ac.uk/~sd21/stress/salt.htm. Effects of Abiotic Stress on Plants. Diakses tanggal 19 Mei 2008.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid3. Penerbit ITB. Bandung.
Sipayung, R. 2003. Stress Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. http://www. library.USU.ac.id/download/fp/bdp.rosita2.pdf. diakses pada tanggal 25 Maret 2008.
Yousfi, S., M.S. Wissal,
H. Mahmoudi, C. Abdelly and M. Gharsally. 2007. Effect of Salt on
Physiological Responses of Barley to Iron Deficiency. Journal of Plant
Physiology and Biochemistry. Elsevier. http://www.sciencedirect.com diakses tanggal 13 Maret 2008.
Yildirim, E., A.G.
Taylor and T.D. Spittler. 2006. Ameliorative Effects of Biological
Treatments on Growth of Squash Plant Under Salt Stress. Scientia
Horticulturae 111 (2006) 1-6. Elsevier. http://www.sciencedirect.com diakses tanggal 6 Mei 2008.
No comments:
Post a Comment